PENGERTIAN
·
MANUSIA
Secara biologis, manusia diklasifikasikan
sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti "manusia yang tahu"),
sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan
tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang
bervariasi yang, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan
ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan
dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan
penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta
perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk
membentuk kelompok, dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta
pertolongan.
Penggolongan manusia yang paling utama
adalah berdasarkan jenis kelaminnya entah laki-laki atau perempuan. Anak muda
laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda
perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita.
Penggolongan lainnya adalah berdasarkan
usia, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, akil balik, pemuda/i,
dewasa, dan (orang) tua.
Selain itu masih banyak
penggolongan-penggolongan yang lainnya, berdasarkan ciri-ciri fisik (warna
kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi sosio-politik-agama
(penganut agama/kepercayaan XYZ, warga negara XYZ, anggota partai XYZ),
hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh, keluarga tiri,
keluarga angkat, keluarga asuh; teman; musuh) dan lain sebagainya.
·
KEBUDAYAAN
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa
Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau
akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.
Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga
kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. dapat
diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi
tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa
perilaku, dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku,
bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
RUANG
LINGKUP
·
Kebudayaan
sebagai peradaban
Saat
ini, kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di
Eropa pada abad ke-18, dan awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya"
ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa, dan kekuatan
daerah-daerah yang dijajahnya.
Mereka
menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan kata dari
"alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan
lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari
kebudayaan lainnya.
·
Artefak
tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas.
Pada
praktiknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda, dan aktivitas yang
"elit" seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau
mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk
menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari
aktivitas-aktivitas di atas.
Sebagai
contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang
"berkelas", elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional
dianggap sebagai musik yang kampungan, dan ketinggalan zaman, maka timbul
anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah "berkebudayaan".
Orang
yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada
kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu, dan
menjadi tolak ukur norma, dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini,
seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang
"berkebudayaan" disebut sebagai orang yang "tidak berkebudayaan";
bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang yang
"tidak berkebudayaan" dikatakan lebih "alam," dan para
pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high
culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human nature)
Dalam
hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja)
dianggap mengekspresikan "jalan hidup yang alami" (natural way of life),
dan musik klasik sebagai suatu kemunduran, dan kemerosotan.
Pengamat
sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture)
atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi, dan
dikonsumsi oleh banyak orang.
·
Kebudayaan
sebagai "sudut pandang umum"
Selama
Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap
gerakan nasionalisme - seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan
Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran
Austria-Hongaria - mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam "sudut
pandang umum".
Pemikiran
ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan, dan
kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun
begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara
"berkebudayaan" dengan "tidak berkebudayaan" atau kebudayaan
"primitif."
Pada
akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan
definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan
bahwa setiap manusia tumbuh, dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah
tercipta kebudayaan.
Pada
tahun 50-an, subkebudayaan - kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari
kebudayaan induknya - mulai dijadikan subjek penelitian oleh para ahli
sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan -
perbedaan, dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.
·
Kebudayaan
sebagai mekanisme stabilisasi
Teori-teori
yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari
stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan, dan
kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
·
Kebudayaan
di antara masyarakat
Sebuah
kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut
sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal
perilaku, dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur
disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya karena perbedaan umur, ras,
etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender,
Ada
beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran, dan
kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat
tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan
minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli,
keefektifan, dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan
yang berkuasa.
-Monokulturalisme:
Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan sehingga masyarakat
yang berbeda kebudayaan menjadi satu, dan saling bekerja sama.
-Leitkultur
(kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di Jerman.
Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga, dan mengembangkan
kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada
dalam masyarakat asli.
-Melting
Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur, dan bergabung dengan kebudayaan asli
tanpa campur tangan pemerintah.
-Multikulturalisme:
Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran, dan kelompok minoritas untuk
menjaga kebudayaan mereka masing-masing, dan berinteraksi secara damai dengan
kebudayaan induk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar